MAKALAH KEPERAWATAN DASAR
ELIMINASI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Dasar
Disusun Oleh :
1.
Nabilla Oktaviani J210150044
2.Sri
Rumiyati J2101500
3.Iis
Ismawati J21015068
4.Risada
P J2101500
5.Tyan
Adhi J2101500
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2016
Kata Pengantar
Atas berkat
rahmat Allah SWT, maka kami kelompok VII Mata Kuliah Keperawatan Dasar dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya.
Maksud penulisan makalah ini adalah
sebagai salah satu tugas perkuliahan mata kuliah Keperawatan Dasar yang
diselenggarakan di semester II ini.
Dengan selesainya penulisan makalah
ini, rekan-rekan kelompok VII mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Hanya doa kepada Allah SWT sebagai
rasa syukur atas tugas yang kami terima. Dan penulis harap karya ini dapat
memberi manfaat . Aamiin
Akhir kata tiada gading yang tak
retak , tiada karya dan karsa yang sempurna sehingga saran dan kritik yang
membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Makalah i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Bab I Tinjauan Pustaka
·
Latar Belakang 1
·
Rumusan Masalah 1
·
Tujuan 1
Bab
II Pembahasan
A.
Pengertian
B.
Anatomi Fisiologi
C.
Nilai – Nilai Normal
D.
Gangguan pada Eliminasi
E.
Patofisiologi
F.
Pemeriksaan Diagnostik
G.
Asuhan Keperawatan
Bab
III Penutup
Daftar
Pustaka
Bab I
Tinjauan Pustaka
I.I Latar Belakang
Manusia
merupakan salah satu makhluk hidup, dikatakan sebagai makhluk hidup karena
dapat bernapas, berkembang biak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makanan dan
mengeluarkan sisa metabolisme dalam tubuh ( eliminasi ). Setiap kegiatan yang
dilakukan tubuh dikarenakan peran masing-masing organ.
Salah
satu kegiatan tubuh dalam membuang sisa-sisa metabolisme adalah mengeluarkan
urine dan berdefekasi. Eliminasi merupakan pembuangan sisa proses di dalam
tubuh. Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (KDM) yang
dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan dalam tubuh (homeostatis).
Sistem
yang berperan dalam eliminasi hampir semua sistem tubuh. Jika terjadi gangguan
terhadap eliminasi, makasistem tubuh yang berperan juga akan terganggu. Untuk
itu diperlukan pengetahuan tentang kebutuhan proses eliminasi sampah
metabolisme.
I.2 Rumusan Masalah
Beberapa
hal yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa saja sistem tubuh
yang berperan dalam eliminasi urine dan fekal?
2.
Bagaimana proses
berkemih dan proses buang air besar?
3.
Apa saja faktor yang memengaruhi eliminasi?
4.
Apa saja gangguan
atau masalah kebuuhan eliminasi?
5.
Apa saja tindakan
untuk mengatasi masalah eliminasi?
I.3 Tujuan Masalah
1.
Mengetahui prinsip pemenuhan
kebutuhan eliminasi
2.
Mengetahu organ-organ
yang berperan dalam eliminasi
3.
Menjelaskan
faktor-faktor yang memengaruhi masalah eliminasi
4.
Mengetahui
gangguan/masalahkebutuhan eliminasi
5.
Mengetahui tindakan
mengatasi masalah eliminasi
Bab II
Pembahasan
A. Pengertian
I. Eliminasi Fekal
Eliminasi
fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa bowel (feses).
Pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal
biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal (Robinson &
Weigley, 1989). Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement.
Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar
terhadap kebutuhan untuk defekasi.
II.Eliminasi Urin
Urin atau air seni
atau air kencing adalah cairan
sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul
sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa
melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui
uretra.
B. Anatomi Fisiologi
I. Eliminasi Fekal
Saluran pencernaan meliputi usus halus dan
usus besar.Usus halus terdiri atas tiga
bagian (duodenum, jejenum, dan ileum). Sedangkan usus besar terdiri dari 4
bagian (sekum,kolon, apendiks,dan rectum).
Anatomi fisiologi saluran pencernaan
terdiri dari :
1)Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan
makanan pada awal proses pencernaan. Mengunyah dengan baik dapat mencegah
terjadinya luka parut pada permukaan saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah
mendorong gumpalan makanan ke dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus
bagian atas dan kemudian kebawah ke dalam lambung.
2)
Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang
panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri dari otot yang bertulang dan
sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa yang
mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk perlindungan.
3)Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung,
dengan bagian porsi terbesar dari saluran pencernaan. Pergerakan makanan
melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan
konstraksi dan relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong substansi
makanan dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah
spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik meningkat.
Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme. Chyme ini
dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata waktu yang
diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan adalah 2 sampai 6
jam.
4)
Usus kecil
Usus
kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
o Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
o Jejenum atau bagian tengah dan
o Ileum
5)
Usus besar (kolon)
Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdir dari :
- Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
- Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
- Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.
Fisiologi
usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan/absorpsi
makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka semua zat makanan telah
diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme). Selama perjalanan didalam
kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan sampai
di rektum feses bersifat padat – lunak.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :
ü Menerima
chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian selanjutnya untuk
mengadakan absorpsi / penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan garam
empedu.
ü Mengeluarkan
mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan melindungi dinding usus
dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang dihasilkan feses.
ü Sebagai
tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.
6)
Anus / anal / orifisium eksternal
Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2
inch, mempunyai dua spinkter yaitu internal (involunter) dan eksternal
(volunter)
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI
KEDOKTERAN Edisi II. Jakarta: EGC.
Pearce, Efelin C. 2006. Anatomi dan fisiologi
untuk paramedic Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk
Siswa Perawat. Jakarta: EGC
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk
Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
II. Eliminasi Urine
Sistem
perkemihan terdiri dari :
a) Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai
vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang.Ginjal kanan sedikit
lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.Fungsi
ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar
asam dan basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir
dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
b) Ureter
Terdiri
dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria.
Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada
rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan
dinding ureter terdiri dari:
1. Dinding
luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan
tengah lapisan otot polos
3. Lapisan
sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan
gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
c) Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika
urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir
(kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika
urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1. Lapisan
sebelah luar (peritoneum).
2. Tunika
muskularis (lapisan berotot).
3. Tunika
submukosa.
4. Lapisan
mukosa (lapisan bagian dalam).
d) Uretra
Merupakan
saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2
cm, terdiri dari:
1. Urethra pars Prostatica
2. Urethra pars membranosa (terdapat
spinchter urethra externa)
3. Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira
3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas
vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran
ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan
otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung
jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap
tertutup.
2. Lapisan
submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
3. Lapisan
mukosa.
C. Nilai - Nilai Normal
I. Nilai – Nilai Normal Feses
Gas yang dihasilkan dalam
proses pencernaan normalnya 7-10 liter / 24 jam. Jenis gas terbanyak adalah CO2, metana, H2S,
O2, dan nitrogen. Feses terdiri atas 75 % air dan 25 % materi padat.
Feses normal berwarna khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensi
lembek namun berbentuk.
Karakteristik
|
Normal
|
Abnormal
|
Kemungkinan
penyebab
|
Warna
|
Dewasa : kecoklatan
Bayi : kekuningan
|
Pekat / putih
|
Adanya pigmen empedu (obstruksi empedu); pemeriksaan
diagnostik menggunakan barium
|
Hitam / spt ter.
|
Obat (spt. Fe); PSPA (lambung, usus halus); diet
tinggi buah merah dan sayur hijau tua (spt. Bayam)
|
Merah
|
PSPB (spt. Rektum), beberapa makanan spt bit.
|
Pucat
|
Malabsorbsi lemak; diet tinggi susu dan produk susu
dan rendah daging.
|
Orange atau hijau
|
Infeksi usus
|
Konsistensi
|
Berbentuk, lunak, agak cair / lembek, basah.
|
Keras, kering
|
Dehidrasi, penurunan motilitas usus akibat kurangnya
serat, kurang latihan, gangguan emosi dan laksantif abuse.
|
Diare
|
Peningkatan motilitas usus (mis. akibat iritasi
kolon oleh bakteri).
|
Bentuk
|
Silinder (bentuk rektum) dgn Æ 2,5 cm u/ orang dewasa
|
Mengecil, bentuk pensil atau seperti benang
|
Kondisi obstruksi rectum
|
Jumlah
|
Tergantung diet (100 – 400 gr/hari)
|
|
|
Bau
|
Aromatik : dipengaruhi oleh makanan yang dimakan dan flora bakteri.
|
Tajam, pedas
|
Infeksi, perdarahan
|
Unsur pokok
|
Sejumlah kecil bagian kasar makanan yg tdk dicerna,
potongan bakteri yang mati, sel epitel, lemak, protein, unsur-unsur kering
cairan pencernaan (pigmen empedu dll)
|
Pus
Mukus
Parasit
Darah
Lemak dalam jumlah besar
Benda asing
|
Infeksi bakteri
Konsidi peradangan
Perdarahan gastrointestinal
Malabsorbsi
Salah makan
|
1. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi
berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.
2. Warnanya
bening oranye tanpa ada endapan.
3. Baunya
tajam.
4. Reaksinya
sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.
II.
Nilai – Nilai Normal Urine
Volume urine normal pada berbagai tingkatan
usia
Usia
|
Volume urine
rata rata /hari (mL)
|
Lahir-2hari
|
15-60
|
3 hari-10
hari
|
100-300
|
10 hari-2
bulan
|
250-400
|
2 bulan-1
tahun
|
400-500
|
1-3 tahun
|
500-600
|
3-5 tahun
|
600-700
|
5-8 tahun
|
700-1.000
|
8-14 tahun
|
800-1.400
|
14 tahun-
dewasa
|
1.500
|
Dewasa tua
|
<1.500
|
Karakteristik urine normal
Keadaan
|
Normal
|
Warna
|
Oranye gelap atau kekuningan dan bening
|
Bau
|
Sedikit aromatik atau berbau khas
|
Berat jenis
|
1,010-1,1,025
|
pH
|
4,4-7,5
|
Konsentrasi
|
Cair atau sangat encer
|
Jumlah
|
1.200-1.500 mL/24 jam
|
D.
Gangguan pada Eliminasi
I.
Gangguan
dalam eliminasi urine
1.
Inkontinensia
Urine
Inkontinensia urin
adalah
kondisi
ketika
otot
sfingter eksternal tidak mengendalikan dorongan berkemih untuk sementara atau permanen.
Inkontinensia
dibagi
menjadi 5 jenis, yaitu
sebagai
berikut
:
a.)
Inkontinensia refleks
Inkontinensia reflex merupakan keadaan ketika pengeluaran urine tidak dirasakan. Urine langsung dikeluarkan pada interval
tertentu ketika kandung kemih mencapai jumlah tertentu. Hal inidisebabkan oleh gangguan saraf akibat penyakit diabetes,
kerusakan neurologi, dan penyumbatan saluran kencing.
Tanda-tanda inkontinensia reflex yaitu:
·
Tidak ada dorongan untuk berkemih.
·
Dapat merasakan bahwa kandung kemih penuh.
·
Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval
teratur.
b.)
Inkontinensia stress
Inkontinensia stress
merupakan keadaan ketika tekanan intra-abdomen
meningkat dan menyebabkan kompresi kandung kemih. Urine yang
keluar kurang dari 50ml. Kondisi ini biasanya terjadi ketika seseorang batuk, tertawa,
bersin, berolahraga atau gerakan lain yang meningkatkan tekanan pada kandung kemih. Inkontinensia stress juga terjadi ketika otot pelvis melemah, misalnya setelah melahirkan atau pembedahan.
c.)
Inkontinensia urgensi (dorongan)
Inkontinensia urgensi merupakan keaadaan ketika seseorang mengalami pengeluaran urine involunter segera setelah merasa dorongan yang kuat tiba-tiba untuk berkemih. Waktu antara dorongan untuk berkemih dan pengeluaran urin sangat singkat, mulai dari beberapa detik sampai beberapa menit, sehingga sering kali tidak terdapat cukup waktu untuk sampai ke toilet.
·
Penurunan kapasitas kandung kemih
·
Infeksi saluran kemih bagian bawah
·
Spasme kandung kemih
·
Overdistensi kandung kemih
·
Peningkatan konsumsi kafein dan alkohol
·
Peningkatan konsentrasi urine
d.)
Inkontinensia total
Inkontinensia total
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pengeluaran urine
secara terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
Penyebabnya antara lain:
·
Luka sfingter pada laki-laki atau luka otot perineal pada wanita
·
Kerusakan neurologis
·
Penyakit yang berpengaruh pada medulla spinalis
·
Fistula
·
Neuropati yang mencegah transmisi refleks yang mengindikasikan kandung kemih penuh.
e) Inkontinensia fungsional
Inkontinensia fungsional merupakan keadaan ketika seseorang dapat merasakan dorongan untuk berkemih, tetapi
tidak
dapat
menahannya
hingga
mencapai toilet. Hal ini
disebabkan
oleh
gangguan
fisik
seperti
kerusakan
neurologis
serta
keterbatasan
mobilitas, berfikir, atau
berkomunikasi.
Keadaan
ini
dapat
ditemukan
pada
penderita Alzheimer dan
penyakit
Parkison.
Tanda-tanda Inkontinensia fungsional:
·
Terdapat dorongan untuk berkemih.
·
Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urine.
1.
Retensi Urine
Retensi urine
merupakan kondisi penumpukan urine di dalam kandung kemih karena kandung kemih tidak dapat mengosongkan isinya sehingga kandung kemih menjadi regang (distensi).
Pada keadaan normal,
kandungan urine di dalam kandung kemih adalah sekitar 250-450 ml.
Dalam keadaan distensi, jumlah urine yang dapat ditampung kandung kemih meningkat
3.000-4.000ml.
Retensi dapat bersifat akut atau kronis. Retensi urine akut ditandai dengan ketidakmampuan berkemih yang terjadi tiba-tiba. Pembentukan urine
menyebabkan rasa nyeri pada kandung kemih, tetapi tidak disertai rasa nyeri dan tidak menyebabkan kesulitan dalam berkemih. Selain itu, pada retensi urine kronis, urine masih dapat dikeluarkan, tetapi kandung kemih tidak dapat benar-benar mengosongkan isinya.
Retensi urine dapat disebabkan oleh hal berikut:
·
Obstruksi (misalnya hipertrofi prostat)
·
Pembedahan pada daerah abdomen bawah, pelvis atau kandung kemih
·
Otot sfingter yang kuat
·
Tekanan uretra yang tinggi karena otot destrutor lemah
·
Trauma sum-sum tulang belakang
2.
Enuresis (mengompol)
Enuresis adalah peristiwa berkemih yang tidak disadari. Kondisi ini biasanya dialami oleh anak-anak serta lansia, dan umumnya terjadi pada malam hari pada saat tidur.
Enuresis disebabkan oleh hal berikut:
·
Kapasitas kandung kemih yang lebih kecil dari normal
·
Infeksi saluran kemih
·
Konsumsi makanan yang pedas atau banyak mengandung garam dan mineral
·
Takut pergi ke kamar mandi pada malam hari
·
Suasana emosional yang tidak menyenangkan dirumah
1.
Poliuri
Poluri atau dieresis adalah peningkatan produksi urine oleh ginjal tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Kondisi ini dapat terjadi pada penderita diabetes, ketidakseimbangan hormone dan nefritik kronik. Poliuri menyebabkan tubuh banyak kehilangan cairan sehingga dapat mengakibatkan dehidrasi.
2.
Oliguria dan anuria
Oliguria adalah penyakit urine yang rendah, yaitu 100-500 ml/24 jam, sedangkan anuria
adalah produksi urine yang sangat rendah, yaitu <100ml/jam. Kedua kondisi ini dapat disebabkan oleh asupan cairan yang sedikit atau pengeluaran cairan yang abnormal. Oliguria dan anuria
dapat mengindikasikan gangguan pada aliran darah menuju ginjal. Oliguria dan anuria umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal, gagal jantung, luka bakar dan syok.
1.
Gangguan
Eliminasi Fekal
a) Konstipasi
Konstipasi
merupakan gejala, bukan penyakit, yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai
dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat
menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal
lebih lama, sehingga banyak air diserap.
b) Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi
yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses
yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses
sampai pada kolon sigmoid.
c) Diare
Diare merupakan
BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal
melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan
faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses
menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
d) Inkontinensia Fekal
Inkontinensia Fekal yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan
udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan
gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan
tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar
akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung
pada perawat.
e) Flatulens
Flatulens yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding
usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar
melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan
gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan,
pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
f) Hemoroid
Hemoroid yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum
(bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,
kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi
dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan
pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan
oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami
konstipasi.
E. Patofisiologi
F.
Pemeriksaan Diagnostik
Prosedur
diagnostik untuk pemeriksaan saluran kemih (uriner), misalnya intravenous pyelogram (IPV) atau
pielogram intravena dan urigram menyebabkan jumlah asupan cairan pasien berkurang. Hal
ini mneurunkan produksi urine.
Tindakan
sitoskopi yang bertujuan melihat langsung struktur perkemihan dapat
mengakibatkan edema lokal sehingga mengganggu pengeluaran urine.
G.
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
v Riwayat keperawatan
Pengkajian pada kebutuhan eliminasi
urine meliputi :
a.
Kebiasaan atau
pola berkemih
Pengkajian kebiasaan berkemih bersifat khusus
karena setiap indifidu memiliki kebiasaan yang berbeda. Pasien sendirilah yang
akan menentukan pola perkemihnya normal atau apakah ada perubahan. Selain itu
yang perlu dikaji adalah faktor apa saja
yang memengaruhi kebiasaan perkemihnya.
b.
Frekwensi
berkemih
Frekwensi berkemih menentukan berapa kali
individu berkemih dalam sehari (24 jam). Contohnya salah sebagai berikut :
·
Miksi 5 kali/hari
·
70% miksi pada siang hari, sedangkan sisanya dilakukan
pada malam hari, menjelang tidur dan sesudah bangun tidur .
·
Berkemih
dilakukan pada saat bangun tidur dan sebelum tidur.
c.
Volume urine
Pengkajian volume urine dilakukan untuk
mengetahui jumlah urine yang dikeluarkan
dalam 24 jam. Setelah itu, ditentukan apakah jumlah urine tersebut normal atau
tidak dengan membandingkan dengan tabel dibawah ini.
d.
Asupan dan
pengeluaran cairan
·
Catat pengeluaran urine selama 24 jam.
·
Kaji kebiasaan minum pasien setiap hari (
jenis dan jumlah cairan yang diminum)
·
Catat asupan cairan per oral, melalui makanan,
melalui cairan infus, atau NGT (jika ada)
v Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang
dilakukan pada masalah kebutuhan eliminasi urine meliputi:
a.
Abdomen : cermati apakah ada pembesaran, distensi
kandung kemih, pembesaran ginjal, dan nyeri tekan pada kandung kemih.
b.
Genitalia : cermati apakah alat genitalia
bersih, apakah terdapat pembengkakan,
rabas, atau radang pada meatus uretra. Pada pria, cermati apakah ada lesi,
pembesaran skrotum, atau nyeri tekan. Pada wanita, cermati apakah terjadi lesi,
nodul, atau radang pada labia minora atau manora.
v Tes diagnostik
a.
Pemeriksaan urine
Hal yang dikaji pada urine meliputi warna ,bau, berat jenis,
kejernihan, pH, serta ada tidaknya protein, darah, dan glukosa.
b.
Tes darah
Pemeriksaan darah meliputi BUN, bersih kreatinin, nitrogen
nonprotein (NPN), sistoskopi, dari intravenus pyelogram (IVP).
2.
Diagnosis
keperawatan
Diagnosis keperawatan pada masalah kebutuhan eliminasi urine adalah
sebagai berikut :
1.
Inkontinesia
fungsional, berhubungan dengan :
·
Penurunan rangsangan kandung kemih dan
kerusakan kemampuan untuk mengenal rangsangan akibat cedera atau kerusakan
saraf.
·
Penurunan tonus kadung kemih akibat dampak pengobatan,
dehidrasi, atau faktor psikologis.
·
Keterbatasan mobilitas, neuromuskuler.
·
Perubahan faktor lingkungan.
·
Kehilangan kemampuan motoris dan sensoris
(pada lansia).
2.
Inkontinesia refleks, berhubungan dengan :
·
Disfungsi neurologi di atas ingktan arkus
reflek karena cidera pada modula spinalis.
·
Kerusakan jaringan karena pemakaian anestesi
untuk pembedahan.
3.
Inkontinesia
stres, berhubungan dengan :
·
Peningkatan tekanan intra-abdomen.
·
Kelemahan otot panggul karena obesitas,
kehamilan, persalinan, dan lain lain.
·
Penurunan totus otot (pada lansia)
·
Ketidak mampuan kandung kemih mengeluarkan
urine karena kelainan kongenital.
·
Perubahan degeneratif pada otot pelvis karena
kekurangan estrogen.
4.
Inkontinesia
total, berhubungan dengan :
·
Defisit komunikasi atau persepsi
·
Kerusakan neurologi
·
Fistula
·
Neuropati
5.
Inkontinesia
urgensi, berhubungan dengan :
·
Penurunan kapasitas kandung kemih karena
faktor penuaan , infeksi, trauma, tindakan pembedahan dan lain lain.
·
Iritasi pada reseptor peregang kandung kemih karena penggunaan alkohol,
asupan berlebihan, dan lain lain.
6.
Retensi urine,
berhubungan dengan :
·
Terdapat hambatan pada spincter akibat struktur atau kontraktur leher kandung kemih.
·
Pembesaran prostat
·
Kerusakan atau ketidakadaan kuatan jaras
karena cedera pada otak atau penggunaan obat
seperti antihistamin atau antikolinergik.
·
Obstruksi jalan kandung kemih karena infeksi
feses.
·
Stres atau ketidaknyamanan.
7.
Perencanaan
keperawatan
Tujuan
dari asuhan masalah kebutuhan eliminasi urine adalah:
ü Memahami arti eliminasi
urine
ü Membantu
mengosongkan kandung kemih secara penuh
ü Mengembalikan
fungsi kandung kemih
ü Mencapai
pengeluaran urine yang normal
ü Mempertahankan
atau mengembalikan pola berkemih yang normal
ü Memberikan
rasa nyaman dan mencegah tekanan emosional
ü Memulihkan
kepercayaan diri
ü Mencegah
munculnya risiko terkait (misalnya infeksi, kerusakan kulit, atau
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit)
I. Inkontinensial fungsional
Tingkatan faktor yang berperan dalam kontinen,
misalnya mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat.
a) Tingkatkan
integritas diri dan berikan motivasi untuk mengendalikan kandung kemih,
misalnya dengan menghindari penggunaan bedpan atau pispot.
b) Tingkatkan
integritas kulit dengan cara
·
Bersihkan dan keringkan area kulit.
·
Berikan salep pelindung.
c) Tingkatkan
higiene perseorangan dengan cara
·
Anjurkan pasien untuk mandi dengan air
mengalir.
·
Bersihkan perineum dan uretra dari depan ke
belakang (bagi wanita)
f)
Optimalkan hidrasi dengan cara
·
Berikan asupan cairan 200-300 ml/hari, kecuali
bila ada kontraindikasi.
· Atur jarak
pemberian asupan cairan, sebaiknya setiap 2 jam.
·
Anjurkan untuk tidak bergantung pada rasa haus
untuk mulai minum.
·
Kurangi asupan cairan pada malam hari.
·
Kurangi minuman yang berdampak diuretik,
misalnya kopi, teh, dan jus anggur.
Jelaskan cara mengenali perubahan urine yang
abnormal, misalnya terjadi peningkatan mukosa, terdapat darah dalam urine, dan
terjadi perubahahan warna urine.
Ajarkan cara mengenali tanda dan gejala ISK
(Infeksi Saluran Kemih), misalnya kenaikan suhu, perubahan karateristik urine,
nyeri pada saat berkemih, mual, atau muntah.
II. Inkontinensi Refleks
Ajarkan teknik merangsang refleks berkemih, contohnya mekanisme
pemicu kutaneus sebagai berikut.
a) Ketuk supra pubis secara
dalam,tajam,dan berulang.
b) Ajarkan
pasien untuk:
ü
Memposisikan diri setengah duduk.
ü
Mengetuk kandung kemih dengan satu tangan
secara langsung dengan rata-rata 7-8 ketukan setiap detik 5 detik.
ü
Pindahkan sisi rangsangan di atas kandung
kemih untuk menentukan posisi yang paling berhasil.
ü
Lakukan kegiatan di atas hingga aliran baik.
ü
Tunggu sekitar 1 menit dan ulang hingga
kandung kemih kosong.
ü
Jika rangsangan telah di lakukan hingga dua
kali, tetapi tidak ada respons, berarti sudah tidak ada urine yang dapat di
keluarkan.
c) Apabila belum berhasil, lakukan
kegiatan ini selama 2-3 menit dan berikan jeda waktu 1 menit di antara setiap kegiatan.
ü Tekan gland
penis.
ü Ketuk-ketuk
perut di atas ligamen inguinal.
ü Tekan paha
bagian dalam.
d)
Catat jumlah asupan dan pengeluaran.
Daftar Pustaka
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II. Jakarta: EGC
Pearce, Efelin C. 2006. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/10/30-kelainan-dan-penyakit-pada-sistem.html
Bab III
Penutup
A.
Kesimpulan
Eliminasi sisa metabolisme merupakan pembuangan sampah
dari proses metabolisme tubuh. Beberapa jenis sampah metabolisme yang
dibuangoleh tubuh antara lain, air, CO2, urea, dan lain-lain. Sistem tubuh yang
berperan dalam proses pembuangan tersebut yaitu, sistem pernapasan, integumen,
hepar, endokrin, dan renal. Apabila sistem yang terlibat dalam eliminai
terganggu, maka terjadi perubahan pola eliminasi.